Skip to main content

Zakat Dalam Dinar dan Dirham


Zakat Dalam Dinar dan Dirham

Saat Ramadhan datang, kaum Muslim menggunakannya sebagai momen untuk menghitung dan membayarkan zakat. Ini, antara lain, dimotivasi agar mendapat pahala berlipat.
Iron-rich-foods.
Tentu saja ini tidak tepat meskipun benar Allah SWT melipatkan pahala setiap perbuatan baik pada Ramadhan. Tapi, sudah pasti itu tidak berlaku bagi zakat. Sebab, zakat, seperti puasa, adalah ibadah wajib tersendiri.

Jadi, membayarkan zakat yang merupakan kewajiban tersendiri itu pada Ramadhan atau bukan sama saja. Penyandingannya dengan shalat justru menunjukkan bahwa penunaian zakat itu harusnya setiap saat. Pemahaman yang keliru tentang waktu pembayaran zakat yang dikonsentrasikan pada Ramadhan sesungguhnya malah menimbulkan persoalan.

Zakat mal jadi menumpuk dalam masa yang sangat singkat hingga kurang terjadi pemerataan kekayaan dari segi waktu. Karena itu, sangatlah penting bagi setiap muzaki untuk menetapkan haul zakatnya secara lebih tepat dan tidak semata-mata mematok bulan Ramadhan supaya zakat bisa ditarik dan dibagikan setiap hari sepanjang tahun. Hingga ada pemerataan persebaran zakat tersebut.

Selain soal haul, rukun pokok lain dari zakat mal yang harus dipenuhi adalah batas minimal kewajiban atau nisab yang ditetapkan dalam dinar emas dan dirham perak. Dalam hal ini, Imam Malik (dalam Muwatta) berkata,
“Sunah yang tidak ada perbedaan pendapat tentangnya adalah bahwa zakat diwajibkan pada emas senilai 20 dinar sebagaimana pada perak senilai 200 dirham.” 
Saat ini hampir semua pihak, termasuk para ulama, menyatakan bahwa nisab zakat mal adalah 85 gr emas. Ini kurang tepat dan menimbulkan persoalan serius.

Pertama, nisab itu ditetapkan memang dalam berat, tetapi satuannya adalah mithqal atau dinar emas bukan gram yang kalau dikonversi ke dalam berat umumnya memang menemukan angka 85 gr emas. Sebab, satu mithqal atau satu dinar emas adalah 4,25 gr, 20 dinar atau 20 mithqal menjadi 85 gr emas.

Penggunaan nisab dalam gr (emas) menghilangkan pengetahuan dasar umat Islam tentang satuan berat dalam syariat Islam (mithqal dan qirat) tentang dinar emas dan dirham perak dengan segala implikasinya. Antara lain, pengetahuan tentang ketetapan yang berkaitan dengan nilai, seperti pada hudud, diyat, mahar, dan sejenisnya, juga hilang.

Kedua, nisab 20 dinar dan 200 dirham ini mengacu secara umum untuk harta moneter (uang) dan harta perniagaan dan bukan an sich kepada (logam) emas dan perak.  Dengan demikian, sebagaimana bisa dirujuk kepada pendapat para ulama salaf, zakat harta uang dan perniagaan hanya bisa dibayarkan dengan dinar emas atau dirham perak, masing-masing sebasar 2,5 persennya, yaitu 0,5 dinar emas dan lima dirham perak.

Dinar emas dan dirham perak adalah ‘ayn atau aset nyata sebagaimana produk pertanian dan peternakan yang bila jatuh nisab zakatnya hanya bisa dibayarkan dengan ‘ayn  yang bersesuaian dengannya. Zakat tidak bisa dibayarkan dengan dayn atau bukti utang yang dalam konteks harta moneter dan barang perniagaan saat ini adalah berupa uang kertas atau turunannya.

Ketiga, penggunaan nisab zakat mal dan perniagaan yang hanya merujuk pada (dinar) emas dan mengabaikan (dirham) perak menciutkan jumlah muzaki. Nilai dinar emas pada awal Ramadhan 1434 H ini, misalnya, bila dirupiahkan adalah Rp 2 juta sedangkan dirham perak adalah Rp 70 ribu. Artinya, nisab zakat dalam dinar emas setara dengan Rp 40 juta sedangkan nisab zakat dalam dirham perak adalah Rp 14 juta.

Jadi, selama ini, karena nisab yang dipakai hanyalah (85 gr) emas maka mereka yang memiliki tabungan mulai Rp 14 juta hingga Rp 40 juta tidak dinyatakan berkewajiban zakat. Padahal, jumlahnya secara logika akan jauh lebih banyak ketimbang yang memiliki tabungan bernisab dinar emas.

Keempat, ini yang sangat penting sebagaimana kita lihat dalam lebih dari satu dekade ini, penerapan sistem uang kertas dalam kehidupan sehari-hari terbukti semakin genting. Sistem ini yang tidak lain berbasiskan pada riba telah mendekati keruntuhannya yang ditandai dengan ‘krisis moneter’ yang tiada berhenti dan semakin hari semakin berat.

Uang kertas adalah liabilitas, bukan aset. Nilainya terus-menerus merosot. Secara riil, uang kertaslah sumber pemiskinan berupa inflasi yang merampas harta setiap orang. Membayarkan zakat mal dalam dinar emas dan dirham perak akan dengan sangat efektif menghentikan pemiskinan akibat inflasi ini. Dalam 10 tahun terakhir ini, sejak kedua koin nabawi ini beredar di Indonesia, telah banyak yang mendapatkan manfaat ini.

Kelima, pembayaran zakat dalam dinar dan dirham yang diserahkan kepada mustahik memberikan dua manfaat lainnya. Satu, menjadi ajang edukasi umat Islam tentang rukun zakat, dinar, dan dirham, serta praktik muamalat sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW. Dua, adanya bazar-bazar dengan dirham dan dinar membuat  perdagangan kembali bergerak, perekonomian masyarakat, khususnya usaha kecil ikut berkembang.Diabetic-beef-stew.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Apa itu Dinar dan Dirham?

Apa itu Dinar dan Dirham? Koin dinar emas adalah koin emas 22 karat (91,7%) dengan berat 4,25 gram yang dapat berfungsi sebagai alat investasi dan proteksi nilai kekayaan. Mengapa 4,25 gram? Hamburger-meat-pie. Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam bersabda “Timbangan mengikuti yang digunakan penduduk Mekah, Takaran mengikuti yang digunakan penduduk Madinah”. Dari hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam tersebut, Dr. Qaradawi menyimpulkan bahwa berat 1 Dinar atau 1 Mithqal adalah sama dengan 4.25 gram timbangan saat ini ; sedangkan berat 1 Dirham adalah 2.975 gram. Mengapa 22 karat? Berikut adalah fakta-fakta sejarah: Semasa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam masih hidup; beliau belum (memerintahkan ) mencetak Dinar Islam sendiri. Berarti Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam menggunakan Dinar yang diproduksi oleh dunia di luar Islam.  Apa yang ada sebelum Islam atau di luar Islam kemudian juga digunakan oleh beliau, maka  ini menjadi ketetapan atau taqrir...

Islamic Gold Dinar

Islamic Gold Dinar: The Historical Standard  Ahamed Kameel Abstract The-inner-workings-of-eye. Lately, there have been questions on what the standards for gold dinar and silver dirham are.  Since the dinar and dirham indeed formed the Shari’ah monetary standards from the time of the Prophet pbuh, our work can, therefore, only involve in the rediscovery of that classical standard.   Henceforth no parties or organizations can come up with their own standards. Since the Islamic gold dinar did not come into existence until after about 50 years of the Prophet’s pbuh demise, it is obvious from history that the solidus of the Eastern Roman Byzantine Empire was the monetary basis for the Shari’ah.   Hence the best way to determine the standard is to look at the definition given by its issuer, the Byzantine Empire.  Coins unearthed by archeologist cannot be relied upon for this purpose because such coins generally suffer from wear and possible temperin...

Tiga Sabda Nabi SAW tentang Dinar Dirham

Tiga Sabda Nabi SAW tentang Dinar Dirham Ada sebuah pertanyan yang terus menggelitik: Bagaimana orang yang sudah disebut ulama dan hapal Qur’an tapi merasa sukarela atau  tidak terpaksa bahkan menghalalkan uang kertas? The-retina-where-vision-begins. Sedang  John F. Kennedy saja yang beragama Katholik merasa terpaksa hidup dalam sistem uang kertas. Ia pun dibunuh setelah intruksikan mencetak uang perak. Menurut Henry Faizal Noor, dosen Universitas Indonesia yang menyelesaikan kuliah pascasarjana di St Louis University Amerika, Federal Reserve yang mencetak uang kertas dolar Amerika bukanlah lembaga negara Amerika Serikat, tetapi merupakan institusi swasta yang mngendalikan peredaran uang dolar. Sebagai upaya untuk keluar dari sistem uang kertas yang dikendalikan Zionis tersebut, pada tahun 1963 Presiden J.F. Kennedy memerintahkan Departemen Keuangan Amerika Serikat untuk mencetak uang logam perak untuk mengakhiri kekuasaan The Fed. Lima bulan setelah perintah itu d...